Minggu, 08 November 2009

berenang dalam kubangan


Correlation test antara POSCO dengan BP Berau hampir selesai, kami berada di salah satu ruangan pertemuan di lab. Kami semua berdelapan, seorang dari BPMIGAS, seorang Kepala Lab, tiga pria korea, satu mewakili BP korea, dua lainnya untuk POSCO/K POWER, dari BP Berau diwakili seorang wanita dari devisi Sales Operation and Shipping, sementara saya dan seorang rekan mewakili pihak independent. Dilakukanlah sebuah diskusi untuk “final report”. Semua orang mengemukakan pendapat, saling mendebat dan mempertahankan argumennya masing-masing, semua orang kecuali saya. Saya hanya bisa duduk diam mengamati lalu memberikan sedikit komentar basa-basi.

Saya merasa menjadi orang paling bodoh di ruangan itu, padahal pokok bahasan yang tengah kami diskusikan barada dalam ranah ilmu pengetahuan yang pernah saya dalami. Hampir selama enam tahun masa kuliah (yang terlalu lama) itu tidak berbekas, tidak hanya pengetahuan literal kimia, akan tetapi kemampuan teknis untuk hal-hal sederhana pula. Saya begitu terkejut dengan ketersadaran saya, seperti manusia yang sekian lama tidak melihat rupa sendiri lalu menemukan cermin dan terhenyak ternyata wajahnya telah berubah.

Terlalu lama saya berenang dalam kubangan tanpa menyadari sementara yang lain harus bertahan hidup di ganasnya lautan, saya terlonjak kaget oleh kenyataan yang menampar ini. Pekerjaan ini terlalu nyaman hingga membuat saya begitu terlena, terbuai dengan kemudahan. Tidak ada atasan yang terlalu pintar (atau setidaknya cukup berwibawa), masalah kusut yang harus diurai atau persoalan rumit yang harus di pecahkan, semua dilakukan sesederhana mungkin, di batas paling rendah.

Kemudahan telah membuat saya lengah untuk melatih diri, jangankan meng”upgrade” diri saya, sebatas mempertahankan kemampuan yang telah dimiliki pun tidak. Ke“degenerative”an saya ini secara instant meluruhkan kepercayan diri dan membuat saya berdiri pincang di hadapan lawan.

Empat tahun terakhir ini berjalan cukup mudah, diselingi sedikit masalah dan keluh kesah disana-sini, itu pun lebih dikarenakan kurang pandainya saya dalam bersyukur, dalam alam bawah sadar saya mungkin sesungguhnya saya merasa nyaman.

Tidak hanya “nenteng kaleng” kemana-mana, dalam profesi ini cobaan yang menghadang sebenarnya cukup beragam, ombak laut Cina Selatan yang selalu berlomba untuk menjadi yang paling tinggi, perjalanan jauh dan melelahkan yang tanpa henti, jadwal kerja yang tak tahu waktu (dan tak tahu diri), tempat-tempat baru yang terpencil, dan menemui begitu banyak orang dari berbagai negara dengan ras, kultur, bahasa dan kebudayaan yang berbeda dan dengan sikap setiap individu yang khas pula, tetapi semua itu lebih cenderung hanya sebagai godaan yang menunggu untuk ditaklukan atau barangkali sebuah pelajaran untuk menjalani hidup dengan lebih ikhlas (dan saya akui ikhlas adalah suatu ilmu yang paling sulit bagi saya). Dibalik aktivitas yang dinamis itu terdapat rutinitas monoton yang tidak terelakan, pengulangan dimana tidak dibutuhkan terlalu banyak penambahan kualitas diri, atau sebuah analisa mendalam untuk langkah yang harus di antisipasi. Tidak ada tantangan berarti untuk dihadapi otak yang sedang mengkerut kekeringan ini. Sejatinya saya merasa intelektualitas saya sedang dalam proses kemerosotan yang begitu nyata.

Dibawah langit Tangguh
http://bigbrownbear.blog.friendster.com
Berenang dalam kubangan-Renungan dari sebuah pikiran yang mengganggu, Tangguh, 17102009

tukang nenteng kaleng