Selasa, 23 Juli 2013

SACKED



Roberto Mancini dipecat oleh Manchester City setelah menjadi manajer selama tiga setengah tahun. Roberto Mancini gagal mempertahankan juara Liga Primer dan kalah di final Piala FA 2013.
Pernyataan Manchester City menyebutkan dia gagal mencapai satu pun sasaran klub, kecuali lolos ke Liga Champions musim mendatang. Padahal bulan Juli tahun lalu, City baru saja memperpanjang kontrak Mancini yang baru untuk lima tahun.
Manajer asal Italia yang berusia 48 tahun ini menggantikan Mark Hughes yang dipecat pada Desember 2009. Di bawah kepemimpinannya, City meraih juara Liga Primer 2012, yang pertama dalam waktu 44 tahun belakangan.
Perkara pecat memecat memang sudah biasa di dunia persepakbolaan, ada sekian alasan untuk pemecatan tersebut, ada pro dan kontra. Tak luput manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson mengkritik putusan manajemen Manchester City ini. Pertanyaannya, siapa yang paling bertanggungjawab dan layak dipecat jika target yang sudah ditetapkan luput dari genggaman?
Mungkin Joe Hart selaku keeper pernah melakukan kesalahan sehingga gawang yang menjadi tanggung jawabnya untuk dijaga terjebol, atau bariasan pertahanan yang dipimpin  Kompany bisa tertembus penyerang lawan, bisa juga Aguero atau Dzeko yang bertugas mencetak skor gagal melakukan eksekusi. Semua lini memiliki peran dalam kegagalan The Citizen, tapi itu bukan alasan untuk mereka dipecat. Mungkin ada kekalahan-kekalahan kecil di berbagai pertempuran, tapi kemenangan ditentukan oleh keseluruhan peperangan. “We may lost the battle but we must win the war,” itu istilah yang biasa dipakai para bule.
Setiap anggota squad Manchester City memiliki tanggungjawab yang diemban dan konsekuensi yang harus ditanggung bila gagal, tentunya sesuai dengan kapasitasnya. Mungkin di bangku cadangkan, mungkin tidak masuk lineup, atau bahkan dijual, dan itu wewenang Mancini. Namun hasil akhir adalah tanggungjawab Mancini sebagai manager, target yang luput dan konsekuensi pemecatan harus diterimanya, ia sadar akan hal itu dan legowo menerimanya.
Sejak awal sebenarnya tulisan ini tidak bermaksud membicarakan sepakbola, tapi tentang tanggungjawab, dan konsekuensi. Beberapa hari yang lalu saya mendapat berita yang tidak mengenakan secara bertubi-tubi dari rekan yang ada di head office (sementara saya sedang bertugas di papua). Kabarnya perusahaan sedang mengalami goncangan, satu devisi sudah gulung tikar, satu devisi lain menunggu sakartul maut dan total kerugian perusahaan tahun ini mancapai 2M, angka yang cukup fantastis untuk kalangan kuli bergaji UMR seperti saya. Efek goncangan ini mulai merembet kemana mana, devisi saya melakukan pengetatan (yang menyesakan) secara besar-besaran, beberapa tenaga administrasi direlokasi dan apesnya ada beberapa sumberdaya manusia terpaksa terkena pemutusan hubungan kerja. Dramatis sekali, dibulan puasa ini, sementara yang lain sedang sibuk untuk merayakan lebaran, mereka harus kehilangan sumber penghasilan utama mereka, yang menjadi ironis adalah posisi mereka hanyalah office boy dan supir.
Tidak seperti Joe Hart yang bertugas menjaga gawang atau Aguero yang mencetak skor, tugas mereka sebatas bersih-bersih dan membawa mobil. Kita semua bisa memperkirakan seberapa besar tanggungjawab di level mereka, tapi untuk konsekuensi pemecatan atas kerugian 2M? tidak atas dasar pengetatan, tidak pula alasan perusahaan yang goncang.  Tidak seharusnya mereka menanggung itu semua, bahkan tidak untuk kami yang berada di posisi ujung tombak perusahaan yang langsung berhadapan dengan klien. Ini bukan perkara satu-dua order lapangan, apalagi kesalahan mencuci gelas kotor di pantry. Ini bukan tentang pertempuran-pertempuran kecil. Ini tentang hasil akhir sebuah peperangan, dan sepatutnyalah orang yang memiliki target dan strategi  atas pendapatan perusahan yang bertanggungjawab dan menanggung konsekuensinya.  Jajaran managemen harus lebih mawas diri, memandang sebuah peristiwa dengan jiwa besar dan bertanggung jawab menerima kekalahan dan konsekuensinya dengan legowo.

Perihal bola dikutip dari www. bbc.co.uk

tukang nenteng kaleng